Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mbah Mutamakkin, Wali Allah Aneh Yang Dibela Pakubuwono II

Mbah Mutamakkin, Wali Allah Aneh Yang Dibela Pakubuwono II - Selain Maulana Ibrahim Asmoroqondi nama Mbah Mutamakkin juga dipercaya sebagai salah satu wali Allah. Beliau hidup pada abad 17 di Tuban hingga Pati. Makam Mbah Mutamakkin ada di desa Kajen Margoyoso Pati Jawa Tengah.

Identitas

Mbah Mutamakkin dipercaya merupakan keturunan dari Kanjeng Sultan Fatah raja Demak yang lalu menurun kepada Sultan Trenggono dan kemudian menurun kepada menantu Sultan Trenggono yaitu Sultan Hadiwijoyo. Mbah Mutamakkin lahir di desa Cebolek Tuban Jawa Timur. Desa Cebolek sekarang bernama desa Winong. Oleh karena itu Mbah Mutamakkin juga di namakan Mbah Bolek dari kata Cebolek tersebut.

Ada juga versi yang mengatakan bahwa Mbah Mutamakkin bukan ulama asli Jawa tapi berasal dari Iran atau waktu itu bernama Persia.

Masing-masing versi mengenai identitas beliau ini tentu ada referensi dan sumbernya. Kita tidak perlu merasa benar sendiri, tapi jika ingin menelusuri data lebih detail itu justru lebih produktif.

Wali Yang Aneh

Apa saja keanehan dari Wali Allah yang bernama Mbah Mutamakkin ini?

Pertama Mbah Mutamakkin adalah seorang kyai yang memelihara 2 ekor anjing. Bahkan nama dari 2 ekor anjing ini juga sangat tidak wajar karena nama anjing ini sama dengan nama manusia. Kedua anjing tersebut diberi nama Komarudin dan Abdul Kohar.

Karena memelihara anjing ini maka ini nanti akan menjadi sebuah senjata yang digunakan oleh orang-orang yang tidak menyukai beliau untuk menyerang dan menjelek-jelekkan beliau.

Padahal menurut cerita yang beredar kedua anjing tersebut bukan anjing sembarangan. Ceritanya begini:

Mbah Mutamakkin adalah seorang yang senang melakukan tirakat atau Riyadhah. Pada waktu itu beliau melakukan tirakat yaitu dengan berpuasa dan mengurangi tidur selama 40 hari 40 malam.

Pada hari terakhir beliau benar-benar tidak makan dan tidak tidur demi menyelesaikan tirakat yang dilakukan tersebut.

Karena menyadari bahwa tentu saja nafsu yang ada pada dirinya akan muncul menjelang akhir dari tirakat tersebut maka beliau meminta kepada istrinya agar mengikatnya pada sebuah tiang sekaligus menyajikan makanan dan minuman yang enak di hadapannya nya.

Dan benar saja. Pada hari yang ditentukan tersebut makanan dan minuman sudah terhidang di hadapan Mbah Mutamakkin yang terikat kuat. Tiba-tiba dari dalam tubuhnya keluarlah dua anjing gaib tersebut. Konon kedua anjing itu adalah perwujudan dari nafsunya dan langsung melahap makanan minuman dan yang tersedia. Kedua anjing itu ingin masuk lagi ke tubuh Mbah Mtamakkin, tapi beliau menolak.

Karena itu tentu saja mau tidak mau beliau harus memelihara kedua anjing tersebut.

Yang disebut aneh juga pada diri Mbah Mutamakkin (padahal menurut saya ini tidak terlalu aneh) adalah beliau suka menonton wayang kulit khusus lakon Dewa Ruci dan Bima. Ada cerita di mana Bima terjun ke Samudra, sebenarnya ini disuruh oleh Begawan Durna untuk mencelakakan, tapi karena Bima adalah murid yang patuh dan berbakti pada guru nya yaitu Durna maka Dima terjun ke Samudra. Bukannya menjemput ajal, Bima justru bertemu dengan Dewaruci.

Tokoh Dewa Ruci dalam wayang kulit digambarkan sebagai wayang yang bentuknya termasuk kecil, lebih kecil dibanding wayang-wayang yang lain. Pada Dewa Ruci inilah Bima menemukan guru sejati.

Bima yang bisa dikatakan tidak pernah duduk dan tidak pernah menggunakan bahasa Jawa krama halus di hadapan Dewa Ruci benar-benar berubah. Bima duduk bersimpuh dan mau menggunakan bahasa Jawa krama halus. Pada saat itu juga Bima mendapat sebutan baru yaitu Begawan Bima Suci.

Karena kegemaran menonton wayang kulit dengan lakon Dewa Ruci dan Bima ini orang-orang lalu menganggap bahwa Mbah Mutamakkin mempunyai sifat-sifat yang aneh. Hubungan dengan Pakubuwono II

Mbah Mutamakkin hidup pada ada zaman 2 raja yaitu Amangkurat IV dan Pakubuwono II. Amangkurat IV sudah memvonis bersalah pada Mbah Mutamakkin tapi vonis belum dilakukan dan Amangkurat IV wafat terlebih dulu.

Lalu Pakubuwono II melakukan penyelidikan ulang untuk memastikan apakah Mbah Mutamakkin memang benar-benar bersalah.

Singkat cerita Pakubuwono II sampai pada kesimpulan bahwa ajaran mistisisme yang digeluti oleh Mbah Mutamakkin hanya digunakan untuk dirinya sendiri, tidak akan digunakan untuk mengubah seluruh Jawa.

Bahkan Pakubuwono II juga penasaran dengan inti pokok dari ajaran Mbah Mutamakkin tersebut. Berkali-kali Pakubuwono II ingin mendapat wejangan atau wedaran mengenai ajaran Mbah Mutamakkin namun selalu ditolak.

Pada akhirnya Mbah Mutamakkin bersedia menjabarkan ilmunya setelah Pakubuwono II menyatakan sanggup dibaiat menjadi muridnya.

Sesaat setelah mendapat wejangan dari Mbah Mutamakkin, keyakinan Pakubuwono II bahwa Mbah Mutamakkin bukan orang yang sesat semakin tebal. Lalu Pakubuwono II menganulir vonis mati dengan cara dibakar tersebut. Sekilas mengenai terjadinya vonis tersebut adalah sudah dibentuk Dewan Ulama yang terdiri dari 11 ulama atau 11 anggota. Sembilan dari 11 anggota tersebut merekomendasikan bahwa Mbah Mutamakkin dianggap telah ingkar sunnah dan menentang agama Islam serta pemerintahan yang sah. Bahkan menurut Serat Cebolek, ketika terjadi dialog antara Ketib Anom Kudus dan Mbah Mutamakkin, Mbah Mutamakkin digambarkan terdiam tidak bisa menjelaskan apapun mengenai serat Dewa Ruci.

Di lain pihak Ketib Anom Kudus sangat hapal dan jelas dalam menafsirkan atau menjelaskan isi dari Serat Dewa Ruci ini.

Berbeda dengan teks Kajen (sebut saja begitu), teks ini adalah teks yang ditulis berdasarkan cerita lisan secara turun temurun. Di dalam teks Kajen tersebut dijelaskan sebaliknya, justru Ketib Anom Kudus yang kalah dalam perdebatan mengenai tafsir serat Dewa Ruci tersebut.

Demikian sedikit informasi sejarah dan kisah Mbah Mutamaķkin Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah. Semoga Allah selalu meridhoi kita.

Post a Comment for "Mbah Mutamakkin, Wali Allah Aneh Yang Dibela Pakubuwono II"