Pemberontakan Pangeran Alit Terhadap Amangkurat I
Adik Amangkurat I yang bernama Pangeran Alit masih remaja belum menikah.
Pangeran ini punya dua emban yang menjabat Bupati. Pertama Tumenggung Danupaya dan sekarang sedang perang di Blambangan. Kedua adalah Tumenggung Pasisingan.
Bujukan Pasisingan
Dulu Pangeran Alit menetap di Danupayan. Ketika sang Pangeran sedang duduk di Kadipaten Tumenggung Pasisingan dan anaknya bernama Agroyudo datang. Pasisingan berkata bahwa mereka sanggup menjadikannya menjadi penguasa Mataram.
Mereka menghasut nya untuk memberontak. Versi Pasisingan orang Mataram sebenarnya banyak yang mendukungnya. Saat ini kedaton sedang sepi karena sebagian besar orang Mataran sedang bekerja membangun kota. Banyak juga tentara yang ditugaskan ke Blambangan. Ini adalah kesempatan yang tepat dan pasti akan berhasil.
Pangeran Alit ingin mempertimbangkan dulu serta menunggu Ki Tumenggung Danupaya.
Ki Pasisingan mendesak, merayu dan memberi argumen yang kuat.
Para Lurah semua mendukung membantu, kata Pasisingan. Pangeran lama-lama hanyut dalam bujukan terus termakan oleh rayuan Pasisingan.
Beliau mengatakan setuju jika memang orang Mataram ikut membantu. Pasisingan dan Agroyudo lalu mohon pamit pulang untuk menyiapkan rencana.
Pasisingan memerintahkan Agroyudo agar menyiapkan senjata. Dia akan menuju ke Plered. Pura-pura terlibat dalam.proyek pembangunan istana sambil mewaspadai orang-orang Mataram yang bekerja. Biasanya mereka istirahat tengah hari. Jika mereka sudah pulang dia menyuru Agroyudo untuk menyerbu bersama pasukannya. Agrayuda menyetujuinya.
Waktu itu Panembahan Purboyo sudah tahu tentang hal tersebut lalu lapor kepada raja. Raja yang mengetahuinya jadi sangat heran lalu memerintah kepada Panembahan Purboyo jika Pasisingan datang ke lokasi pembangunan supaya segera dibunuh saja. Panembahan siap melaksanakan.
Keesokan pagi Panembahan mendahului datang ke proyek pembangunan. Para pekerja yang ada di sana sudah diberitahu sebelumnya.
Tidak lama kemudian Pasisingan datang. Lalu dikeroyok beramai-ramai hingga tewas. Teman-temannya kabur sambil berkata kepada Agro Yudo bahwa ayahnya sudah mati. Setelah mendengar berita itu Agrayuda menangis lalu menyandang tombak serta naik kuda. Teman-temannya diajak mengamuk tetapi mereka banyak yang meloloskan diri.
Agroyudo maju sendirian. Setelah sampai di Pangurakan di situ sudah ditunggu-tunggu. Agroyudo lalu dikeroyok banyak orang. Walau sudah mati kepalanya tetap saja dipenggal.
Panembahan Purboyo lalu memberitahu kepada Amangkurat I bahwa Pasisingan dan Agrayuda sudah mati kepalanya juga diserahkan. Sultan Mataram segera keluar.
Di hadapan prajurit Mataram sang raja berkata kepada abdi perempuan: "Panggilkan Adimas Pangeran Alit. Beritahu bahwa saya menyuruh dia untuk mendatangi pembangunan proyek pembuatan keraton. Abdi segera berjalan ke Danupayan.
Pangeran Alit setelah dipanggil segera berangkat. Setibanya di depan sultan kepala Pasisingan dan Agroyudo lalu dilemparkan tepat di depannya. Amangkurat I berkata:" Lihat, itu orang yang mengangkat engkau menjadi raja."
Pangeran Alit menyangkal bahwa ia terlibat dalam aksi itu. Dia berulang kali meyakinkan raja bahwa ia masih loyal. Semua itu hanya akal-akalan Pasisingan saja, katanya. Pangeran selalu mengatakan hal yang sama sambil menghujamkan kerisnya ke 2 kepala tanpa tubuh tersebut.
Sang Sultan reda amarahnya. Tapi dia minta agar Pangeran Alit menyerahkan semua lurah yang menjadi bawahannya.
Pemberontakan Gagal (Lagi)
Pangeran Alit sanggup lalu mundur dari hadapan sang raja. Setibanya di rumah para abdi masih lengkap semua. Jumlahnya tiga ratus orang. Ada delapan Lurah, emban, orang kecil 2 teledek laki-laki satu dan yang lainnya.
Sang Pangeran ingin mengikat mereka lalu diserahkan pada raja. Para abdi dan lurah serentak menangis dan merangkul kaki sang Pangeran. Orang-orang di luar mendengar suara tangis lalu masuk dan ikut menangis Banyak kata-kata dari para lurah serta umpatan ke junjungan nya.
Pangeran Alit lalu keluar keberaniannya karena kasihan melihat abdinya. Ia lalu memerintahkan menyiapkan senjata perang. Senjata tersebut lalu diambil dan dikumpulkan oleh para abdinya yang akan mendukung pemimpinnya untuk berperang.
Saat itu ada utusan sang prabu bernama di Sumengit dan Ki Dakawana yang menunggu di luar. Utusan itu minta Pangeran Alit agar mempercepat perintah sang prabu. Sumengit masuk ke Kadipaten sendirian langsung dibunuh oleh Pangeran Alit dan bawahan nya.
Ki Dakawana setelah mendengar dan melihat hal itu segera kembali melaporkan kepada sang prabu. Sang raja setelah mendengar keterangan Doko Wono sangat sedih menahan air mata Panembahan Purboyo berkata dengan perlahan-lahan:"Mungkin sudah menjadi kepastian Allah bahwa adik Sultan akan segera menemui ajal."
Sang Prabu lalu berkata dengan keras:" Nanti jika Dimas mengamuk jangan ada yang melawan meskipun dapat membunuh banyak orang. Klian buka saja barisan supaya sampai di depan saya. Jika ada yang berani melawan dia justru akan saya penggal kepalanya."
Purboyo lalu ke alun-alun mengumumkan kehendak Raja. Tidak lama kemudian Pangeran Alit datang bersama pasukan. Mereka berhenti di Pangurakan menunggu orang-orang lain yang siap bergabung.
Setelah ditunggu tak ada seorang pun yang datang. Prajurit banyak yang lari meninggalkan Pangeran. Hanya tersisa enam orang Lurah. Pangeran Alit sudah siap mati.
Tentara Mataram membuka barisan ke kiri dan ke kanan. Tiba-tiba Adipati Sampang yang bernama Demang Melaya segera lari merangkul kaki sang pangeran. Dia memohon agar Pangeran membatalkan niatnya.
Pangeran Alit sudah gelap mata. Adipati Sampang ditusuk tengkuknya dengan keris Setan Kober lalu meninggal. Prajurit Madura setelah melihat Gustinya mati di alun-alun lalu mengeroyok Pangeran Alit. Dia dihujani dengan berbagai macam senjata tetapi tidak mempan. Orang-orang Sampang banyak yang mati. Enam orang Lurah pengawal Pangeran Alit juga sudah mati dirajam senjata beramai-ramai oleh orang-orang Sampang.
Pangeran Alit karena kelelahan tertusuk keris milik dia sendiri. Pahanya lecet sedikit saja tapi akhirnya gugur di bawah pohon beringin.
Para Adipati segera merawat jenazah sang Pangeran. Diantarkan ke setinggil. Sultan setelah melihat adiknya tewas menangis. Ibunya memeluk jenazah putranya sambil menangis.
Raja bertanya siapa yang berani membunuh adiknya. Para Adipati menjelaskan kronologi peristiwa.
Tiba-tiba raja menebas bahu kirinya sebagai tanda duka cita. Terluka dan darah pun menetes. Raja akhirnya punya cacat di bahu.
Di situlah titisan pendeta dari Blambangan yang dibunuh oleh Silarong bersemayam. Jenazah Pangeran Alit lalu dimakamkan di Imogiri.
Saat Amangkurat I sudah pindah ke Kedaton di Plered utusan yang membedah Blambangan yaitu Tumenggung Wiroguno, Tumenggung Danupoyo, Tumenggung Mataram sudah berhasil. Adipati Blambangan mengungsi ke Bali. Orang Blambangan laki-laki perempuan diboyong ke Mataram banyaknya sekitar 1500. Wroguno mengejar ke Bali berhenti di tepi laut tidak bisa menyeberang. Orang Bali setelah dikejar bermaksud takluk lewat laut disambut dengan perang oleh Ki Tumenggung Mataram. Ada juga berita yang menyatakan bahwa Amangkurat I juga menghabisi 6.000 ulama pendukung Pangeran Alit.
Orang Bali banyak yang mati lalu mereka berlari mengungsi. Tiga orang tumenggung tersebut lalu pulang ke Mataram. Wiroguno di perjalanan jatuh sakit lalu meninggal dunia. Tumenggung Danupoyo setelah mendengar berita bahwa Pangeran Alit meninggal lalu menenggak racun hingga meninggal.
Selah dilaporkan kepada raja Ki Wiroguno meninggal maka anak cucunya pun dipersembahkan untuk dibunuh. Total berjumlah 12 orang. Sedangkan boyongan dari Blambangan dihentikan di Taji.
Post a Comment for "Pemberontakan Pangeran Alit Terhadap Amangkurat I"